caption : Sempadan Pantai Selindung |
Penulis : Hendra Wdjaja, S.Ak
CitizenJournalists - Bangka Barat, Keberadaan aktivitas penambangan pasir bijih timah di kawasan Pantai Perairan Laut Selindung, Muntok, Bangka Barat, masih terus menjadi sorotan publik. Pasalnya pelaku penambangan yang memakai sistem Ponton Isap Produksi itu sudah mulai merambah ke arah Sempadan Pantai sehingga potensi kerusakan lingkungan di sekitar pantai menjadi terancam.
Perairan Laut Selindung adalah kawasan tambang yang masuk di dalam RK dan IUP PT Timah Tbk, sehingga setiap pelaku tambang yang berhasrat untuk menggarap kawasan disana harus dibawah naungan perusahaan-perusahaan yang sudah menjadi mitra PT Timah Tbk.
Dari hasil pantauan jejaring media citizen jounalists Babel, ada 3 (tiga ) perusahaan beroperasi di kawasan perairan laut Selindung. Diantaranya adalah, CV. RMS, CV Torabika, CV Pelangi dan CV Aditya yang keempat perusahaan itu mengantongi Ijin Usaha Jasa Pertambangan sekalgus mitra PT Timah Tbk.
Hadirnya keempat perusahaan mitra PT Timah Tbk itu, didukung oleh kawasan yang sedianya memang masuk dalam Wilayah Ijin Usaha Penambangan (WIUP) maka segala bentuk pelanggaran yang terjadi di lokasi penambangan menjadi samar dan halal karena tertutup oleh adanya sebuah legalitas.’
Namun demikian upaya apapun yang dilakukan untuk menutupi pelanggaran dari mata publik tetap saja terpantau. Seperti halnya dugaan pelanggaran yang terjadi pada kegiatan tambang perusahaan - perusahaan mitra PT Timah TBk yang beroperasi di perairan laut Selindung, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat.
Indikasi dugaan pelanggaran yang terjadi dan sangat fatal adalah penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi yang berasal dari para pengerit di SPBU setempat. Padahal dalam aturan
sudah dijelaskan bahwa perusahaan industri , salah satunya adalah perusahan industri pertambangan harus memakai Bahan Bakar Minyak (BBM) Bio Solar B30 atau B35. Tentu hal ini adalah sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh perusahan perusahaan industri pertambangan yang melakukan kegiatan penambangan di Sempadan Pantai Perairan Laut Selindung.
“ Kalau mau kita pantau benar benar kegiatan penambangan di Pantai Selindung itu banyak pelanggaran Pak. Seperti BBM misalnya, Seharusnya memakai BBM solar industri bukan memakai BBM yang dibeli dari para pengerit pengerit SPBU, pelanggaran lain yang sangat nyata di kegiatan itu adalah Kuota PIP yang sudah ditetapkan adalah 15 PIP ditambah cadangan 5 PIP jadi jumlah total kuota per SPK itu sebanyak 20 unit PIP, tapi bisa kita sendiri ada tiga puluhan lebih unit PIP yang beroperasi per SPK,” jelas sumber yang tidak mau disebutkan namanya.
Masih sambung Sumber, bahwa PT Timah selaku pemilik IUP juga memperhatikan dampak kerusakan lingkungan yang bakal terjadi bila pengerjaan penambangan keempat perusahaan mitranya itu terus merambah kearah Sempadan Pantai, bahkan tidak sedikit PIP yang beroperasi di Daerah Aliran Sungai dan Hutan Bakau yang diduga masuk dalam kawasan Lindung.
Dari hasil keterangan sumber diatas, sudah selayaknya pihak PT Timah TBk, lebih memperketat dalam pengawasan terhadap perusahan mitra dan juga kepada para pekerja yang rata rata, para pelaku penambangan yang beraktivitas dibawah naungan keempat perusahaan mitra PT Timah Tbk itu adalah para pelaku tambang yang sudah malang melintang dalam dunia pertambangan alias pemain lama.
“ Sangat diharapkan pihak PT PT Timah TBk, lebih memperketat pengawasan terhadap mitra mitranya juga terhadap para pekerja PIP yang rata rata adalah pemain lama. Kepada APH dalam hal ini pihak Polres juga seharusnya membantu memantau aliran BBM yang diduga berasal dari para pengerirt-pengerit SPBU yang kemudian dijual untuk dipakai peng-operasian kegiatan penambangan di Sempadan Pantai Perairan Laut Selindung,” tutup Sumber. (tim)
0 Komentar